Contoh Resensi Novel Islami: Resensi Ayat-Ayat Cinta

IDENTITAS BUKU

 

Judul               : Ayat-Ayat cinta (Sebuah Novel Pembangun Jiwa)

Penulis             : Habiburrahman El Shirazy

Penerbit           : Penerbit Republika dan Pesantren Basmalah Indonesia

Editor              : Anif Sirsaeba A.

encrypted-tbn3.gstatic.com

ISBN               : 979-3604-02-6

Cetakan           : XLI, Maret 2008 (Edisi Revisi)

Tempat terbit   : Jakarta

Jumlah hal.      : 420 + kover

Tebal buku      : 20,5 cm X 13,5 cm

Harga              : Rp15.000,00

 

RINGKASAN CERPEN

Pada bagian-bagian awal, novel ini mengisahkan tentang perkenalan Fahri sang tokoh utama dengan tokoh-tokoh pendukung cerita dalam novel. Selain itu, di awal novel ini, penulis mendeskripsikan keadaan cuaca dan keelokan paras kota-kota di Mesir. Cuaca yang digambarkan dalam penceritaan yaitu begitu panas hingga seseorang yang tidak tahan dengan cuaca bisa mimisan seketika. Sedangkan keadaan perkotaan Mesir begitu indah dalam mata sang penulis yang diketahui melalui pendeskripsian sang tokoh utama.

Tokoh-tokoh yang diceritakan pada bagian awal ialah tokoh-tokoh yang cukup dekat dengan kehidupan sang tokoh utama. Sebut saja Rudi, Saiful, Hamdi, dan Mishbah yang merupakan rekan satu flat Fahri. Keempatnya sekarang menjalani program starata 1 di Universitas Al Azhar, Mesir. Fahri merupakan pimpinan flat sekaligus paling tua di antara mereka yang sekarang menjalani program magisternya di universitas yang sama. Mereka hidup harmonis dan saling bekerja sama dalam flat seakan-akan mereka adalah satu keluarga sedarah.

Fahri memiliki tetangga yang baik padanya. Tetangga tersebut yaitu keluarga Boutros, Madame Nahed sang istri, Yousef si putra lelakinya, dan tentu saja Maria perawan cantiknya. Khusus Maria, ia adalah sosok wanita unik. Keluarga Maria penganut Kristen Koptik, namun ia sendiri mengahafal beberapa surah dalam Alquran seperti surah Maryam dan Al Maidah walaupun ia juga taat pergi ke gereja untuk beribadah. Fahri mengetahui hal itu setelah ia untuk pertama kalinya dalam dua tahun bertetangga saling bertegur sapa dalam sebuah pertemuan di metro suatu hari. Mereka saling lepas dan bercerita satu sama lain, toh bukankah mereka bertetangga?

Selain itu, Fahri juga memiliki tetangga seorang syekh yang juga sekaligus imam di mesjid dekat rumahnya. Syekh Ahmad adalah nama syeikh. Ia memiliki umur yang tergolong muda yaitu sekitar 31 tahun namun telah digelari oleh masyarakat sebagai seorang Syekh. Budinya luhur dan cukup dekat dengan Fahri. Ia adalah Imam masjid dekat Fahri tinggal. Walaupun telah digelari syekh, namun ia tidak canggung untuk bergaul dengan pemuda setempat semisal bermain bola di hari Jumat pagi. Ia juga merupakan sosok imam yang tampan bahkan tak kalah tampannya dengan artis ternama negara Irak yaitu Kazem Saheer (seperti yang dibahasakan Fahri).

Pada suatu hari, ketika Fahri hendak ke daerah Shubra untuk Talaqqi Qira’ah kepada seorang syekh yang bernama Syekht Utsman, terjadi suatu peristiwa yang merupakan awal dari perjalanan cinta Fahri. Kejadian itu terjadi di dalam metro. Sebelumnya, Kaum Mesir sangat tidak menyukai Kaum Amerika. Mereka menganggap Amerika adalah biangnya kekacauan dan adu domba. Saat itu, Fahri bercakap dengan orang yang baru ia kenal yang bernama Asyraf. Beberapa saat kemudian naiklah tiga orang bule Amerika. Satu orang lelaki muda, seorangnya lagi perempuan muda, dan satunya yang terakhir adalah seorang nenek yang tak lain adalah ibu dari lelaki tersebut. Pakaian kedua perempuan bule tersebut bisa dikatakan sangat tidak sopan sangat kontras dengan kebudayaan Islam Mesir. Tempat duduk penuh pada saat itu, oleh karena itu, ketiganya harus berdiri. Namun sang nenek tidak kuat untuk berdiri dan anaknya pun meminta kepada seorang penumpang lelaki untuk meberikan kursinya kepada orang tua tersebut. Namun, penumpang itu tidak menghiraukannya. Akhirnya, ada perumpuan bercadar yang memberikan kursinya untuk nenek tersebut.

Setelah kejadian tersebut, wanita bercadar meminta maaf kepada orang-orang Amerika tersebut atas perilaku saudaranya. Namun, sang penumpang tadi marah dan membentak dengan keras wanita bercadar tersebut. Bahkan Asyraf dan seorang penumpang paruh baya juga ikut membentak sang wanita bercadar. Hampir saja wanita bercadar itu menangis. Namun, Fahri yang melihat kejadian itu datang melerai dengan budi dan akhlak yang begitu baik. Akhirnya, orang-orang Mesir tersebut pun luluh hatinya dan meminta maaf. Selesailah persoalan.

Setelah kejadian itu, mulailah wanita bercadar berdialog dengan perempuan Amerika itu. Ia menjelaskan apa yang baru saja terjadi dan tentu menceritakan kepahlawanan Fahri. Fahri mengetahuinya karena Fahri berada dekat dengan mereka. Akhirnya, tibalah orang-orang Amerika tersebut turun dan tak lupa berterima kasih kepada Fahri. Wanita bercadar pun hendak turun dan mengucapkan terima kasih. Fahri yang mendengarnya langsung menjawab “danke” yang berarti sama-sama karena mengetahui bahwa wanita bercadar itu lahir dan besar di Jerman lewat percakapannya dengan bule perempuan tadi. Kemudia mereka berkenalan. Dan perempuan tersebut berkata “My Name ist Aisha” kepada Fahri, seperti tema dalam bagian ini. Aisha pun meminta nomor Fahri.

Cikal bakal masalah kasat pada bagian enam novel ini. awal masalah itu mengisahkan keributan yang terjadi di tengah kegelapan malam setelah Fahri bersama kawan-kawan se-flatnya melakukan syukuran atas lulusnya Fahri untuk membuat tesis. Noura yang merupakan tetangga Fahri dimarahi bahkan disumpahi oleh keluarganya. Ayahnya yang bernama Bahadur menyeret Noura ke luar rumah dan saudara perempuannya menendangnya. Kemudian ia meninggalkannya di luar rumah. Fahri dan teman-temannya merasa kasihan melihat kejadian itu. Akhirnya Fahri menghubungi Maria untuk menenagkan Noura yang terisak dan memeluk tiang listrik di samping jalan. Kemudian Maria pun membawa ke kamarnya setelah di suruh Fahri. Pesan Fahri terakhir ialah agar Maria mengorek masalah-masalah yang terjadi antar Noura dan keluarganya.

Kemudian, terkuak sudah bahwa Noura sering dipukuli oleh ayahnya, si Bahadur. Itu diketahui ketika Noura meringis kesakitan di bagian punggungnya yang terdapat bekas pukulan. Fahri dan keluarga Boutros (ayah Maria) setujuh untuk membawa Noura di salah satu rumah mahasiswa Indonesia di Nasr City, Mesir—tentu atas ide Fahri.

Pada bagian ini juga dikisahkan Fahri ditelepon oleh Aisha untuk membuat janji bertemu. Tujuannya ialah agar Fahri dapat memberikan pengetahuan tentang Islam kepada perempuan bule tempo hari yang ia bantu. Bule itu bernama Alicia yang juga merupakan seorang wartawati dari Amereika. Mereka akhirnya mengadakan perjanjian untuk sebuah pertemuan untuk membahas hal ini. pertemuan berikutnya yang direncanakan terjadi di daerah Tahrir. Fahri dan Aisha akhirnya saling mengetahui lebih dalam lewat diskusi-diskusi ringan yang terjadi antarkeduanya. Dalam pertemuan ini juga, Alicia melemparkan sebuah opini yang berkembang di Barat mengenai bahwa Islam menyuruh suami untuk memukul istrinya, yang di Barat menyatakan bahwa ini adalah tindakan yang tidak beradab dan sangat merendahkan kaum perempuan. Akhirya, Fahri menjelaskan dengan sebaik mungkin hingga Alicia mengerti akan hal ini. Kemudian mereka merencanakan pertemuan lagi agar Alicia dapat menuliskan berbagai pertanyaan seputar Islam kepada Fahri agar jawaban-jawaban atas semuanya nanti disampaikan di negaranya. Fahri pun mengiyakan hal tersebut.

Suatu hari, Fahri mendapatkan sepucuk surat cinta dan rasa terima kasih dari Noura. Namun, Fahri justru menyangka bahwa Noura begitu dalam penderitaan yang nyata dan begitu dalam. akhirnya Fahri bertemu dengan Syekh Ahmad untuk memberitahukan agar Noura diberikan perhatian yang lebih agar semangat hidupnya dapat kembali lagi (tentu setelah Noura dipindahkan ke rumah keluarga Syekh Ahmad).

Rutinitas yang begitu padat yang dijadwalkan Fahri dalam peta hidupnya ditambah begitu panasnya cuaca Mesir membuat Fahri sakit keras hingga harus mendekam dan mencium baunya rumah sakit. Di sinilah Fahri bertemu dengan seorang sahabat Nabi saw bernama Abdullah bin Mas’ud. Abdullah bin Mas’ud mendoakan kesembuhan bagi Fahri dan melakukan diskusi tentang sebuah perkara dalam agama Islam perihal Mushaf Utsmani.

Setelah sembuh dari penyakitnya. Fahri bingung harus membayar uang rumah sakit darimana. Ia dan kawan-kawan seflat mengumpulkan uang namun tidak cukup. Namun, keajaiban terjadi. uang perawatan Fahri sudah ada yang membayarkan. Ketika keluarga Boutros ditanya mengenai hal ini, Pak Boutrous tidak mengetahuinya, walaupun dari awal keluarganya yang memasukkan Fahri ke rumah sakit dan berniat membayarnya. Namun, ternyata bukan keluarganya yang membayarnya. Akhirnya, keadaan ini merupakan keadaan misterius yang nanti akan terjawab seiring berjalannya cerita dalam novel ini.

Kemudian, Fahri yang menargetkan tahun ini untuk menikah dengan syarat bahwa bukan ia yang mencari, tapi calonnyalah yang mencarinya. Tiba-tiba, rezeki itu datang dari Allah melalui Syekh Utsman. Ia menawarkan Fahri seorang wanita yang memang wali wanita tersebut yang meminta syekh untuk menawarkan pernikahan ini. hati Fahri pun menjadi berdesir dan tak karuan. Fahri semakin gelisah karena menurut penuturan syekh, bahwa wanita itu mengenal Fahri dan Fahri pun mengenalnya. Saking gelisahnya Fahri, ia lupa menanyakan nama perempuan itu dan tak berani membuka album foto wanita tersebut yang diberikan syekh kepadanya. Hingga akhirnya tiba sebuah pertemuan antara Fahri dan keluarga mempelai yang ditengahi oleh Syekh Utsman. Ternyata wanita yang dimaksud adalah Aisha yang rupanya begitu cantik dan mungkin tidak bisa tergambarkan. Akhirnya, lamaran pun diajukan dan diterima oleh Aisha dan keluarganya.

Sebelum pernikahan dilaksanakan, terdengar kabar bahwa Nurul yang merupakan rekan Fahri sekaligus ketua Wihdah yang merupakan organisasi mahasiswa Indonesia di Mesir menyukai Fahri. Lewat pamannya yang bernama Ustadz Jalal, ia ingin Fahri melamarnya dan mengetahui bahwa ia mencintainya. Namun, nasi telah menjadi bubur. Nurul yang namanya ketika disebut selalu membuat hati Fahri bergetar kini dipadamkan dan diheningkan oleh cinta Fahri yang baru saja dipupuk untuk Aisha wanita menawan berdarah Jerman, Turki, dan Palestina. Walau akhirnya, Fahri menangis dengan sedikit penyesalan mengapa berita ini datang terlambat. Selang beberapa hari kemudian, pernikahan pun dilangsungkan dan Fahri hidup bahagia bersama Aisha.

Dua kejadian datang untuk menguji Fahri dan kehidupan barunya. Yaitu surat dari Nurul yang berisi agar dirinya dinikahi walau harus di Poligami. Hal ini dikarenakan saking cintanya Nurul kepada Fahri dan cintanya itu seakan-akan sudah meresap ke dalam daging dan setiap hembusan nafasnya. Namun Fahri membalas surat itu dengan baik hingga pada akhirnya surat itu mampu membuat Nurul untuk menata hatinya kembali hingga bertahan dan sembuh terhadap sakitnya cinta yang ia harus pendam selama ini. kemudian kejadian kedua ialah Maria jatuh sakit setelah pernikahan Fahri. Berita ini datang dari keluarga Boutros. Fahri menganggapnya bahwa ini hanya berita yang datang dari tetangganya yang baik hati untuk mengabarkan kejadian yang mereka alami. Walau pada akhirnya, nanti Fahri akan mengetahui sebab yang menjadikan Maria menjadi pesakitan di atas kasur rumah sakit.

Sekitar sebulan setelah pernikahan, terjadi sebuah penangkapan. Fahri ditangkap atas kasus pemerkosaan terhadap Noura. Lama Fahri ditahan dan disiksa karenanya. Walau begitu, Fahri bersama orang-orang yang baik di dalam penjara. Ia kemudian merenung bahwa begitu banyak ulama-ulama bahkan babi terdahulu yang menjadikan penjara sebagai lahan dakwah dan ilmunya. Sebut saja Nabi Yusuf, Syekhul Islam Ibnu Taymiyah, dan ulama lainnya. Fahri bertahan dalam cobaan. Dan bukankah manusia tidak dibiarkan berkata ia telah beriman sebelum ujian datang menghampirinya?

Kabar buruk lainnya datang dari istri Fahri, bahwa Aisha hampir saja diperkosa oleh salah seorang polisi bejat yang menangkap Fahri. Atas pertolongan Allah, untuk saja dua satpam (sekaligus polisi khusus) yang menjaga flat baru Fahri mencurigainya dan menangkap polis bejat tersebut ketika ia hampir saja memerkosa Aisha. Fahri begitu marah mendengar berita tersebut. Ujian silih berganti datang membelai imannya. Namun, Fahri begitu kuat dan menjalaninya dengan penuh kesabaran.

Masa persidangan pun akhirnya tiba. Dengan berbagai tuduhan dan saksi palsu yang di miliki Noura, Fahri terdesak. Ia dan orang-orang terdekatnya bingung atas sikap Noura yang dibela dan ditolong dari keluarga Bahadur yang begitu kejam kini berbalik menjadi belati yang menusuknya dari belakang. Noura hamil dan Fahri yang dituduh menghamilinya pada saat malam ketika Fahri dan Maria menolong Noura. Pernyataan Fahri sebagai tersangka semakin kuat ketika saksi Palsu memberikan kesaksian palsunya atas tuduhan pemerkosaan ini. semua saksi juga telah didatangkan Fahri untuk membebaskannya dari jeratan fitnah ini. Namun, semua saksi Fahri mulai rekan seflat, keluarga Boutros, Syekh Ahmad, hingga Nurul memiliki pernyataan kesaksian yang lemah. Hingga saksi kunci yang dinanti tak bisa memberikan kesaksiannya dikarenakan jatuh sakit, yaitu Maria.

Akhirnya, Fahri mengetahui bahwa yang menjadi sebab sakitnya Maria yaitu karena dirinya. Berita buruk ini disampaikan oleh keluarga Boutros. Hal ini juga dibuktikan dengan diary Maria yang mengungkapkan kecintaan dan perhatiannya kepada Fahri sejak awal bertemu hingga penyesalannya terhadap penikahan yang dilakukan Fahri hingga ia merasa kehilangan arti dan semangat untuk hidup. Di dalam diary tersebut juga terdapat bukti pembayaran rumah sakit Fahri, yang ternyata Maria adalah orang baik yang membayar biaya rumah sakit yang begitu mahalnya. Benar, Maria begitu mencintai Fahri hingga dalam sakitnya, Maria menyebut-nyebut nama Fahri dalam keadaan mengigau. Fahri diminta untuk mendatangi Maria dan mengajaknya berbicara dan memberikan sentuhan cinta.

Akhirnya, Fahri untuk sementara  dikeluarkan dari penjara karena lobi yang dilakukan oleh keluarga Boutros. Fahri menyatakan bahwa ia mampu untuk mengajak bicara Maria yang pingsang, namun kalau persoalan menyentuh itu tidak akan dilakukannya karena hal itu adalah hal yang diharamkan dalam Islam. Akhirnya, ibu Maria berdialog dengan istri Fahri agar Fahri diberikan izin untuk memadunya dengan Maria. Dengan kebaikan Aisha,—walaupun dalam keadaan berat tentunya—akhirnya Fahri menikah dengan Maria (dalam keadaan pingsang karena sakit parah yang dideritanya). Ia pun memberikan sentuhan, kecupan, dan ucapan cinta hingga akhirnya Maria sadar atas izin Allah. Maria terkejut atas kejadian ini, namun Fahri menjelaskannya dengan begitu lembut.

Maria akhirnya datang menjadi saksi di persidangan berikutnya dengan memakai kursi roda. Maria mengungkapkan semua kenyataannya hingga membuat Noura malu sendiri. Saksi palsu di persidangan lalu entah bagaimana ceritanya kembali memberikan kesaksiannya bahwa semuanya adalah kebohongan saja. Setelah itu, Maria jatuh pingsang akibat emosi yang begitu tinggi yang dialaminya. Akhirnya, Noura mengaku bahwa bukan Fahri yang memerkosanya. Namun, Bahadur yang begitu ia benci yang memerkosanya di waktu malam terjadinya pengusiran. Ia tidak mau mengakuinya karena saking bencinya ia dengan Bahadur. Ia berbohong bahwa Fahri yang memerkosanya karena ia sangat mencintai Fahri dan berharap agar ia menikahinya kelak. Dengan kesaksian dan pengakuan itu, akhirnya Fahri dibebaskan.

Bagian akhir dari novel ini yaitu masuknya Maria ke dalam Islam. Maria yang dikisahkan kembali pingsan setelah memberikan kesaksiannya melakukan hal yang menakjubkan. Dalam pingsannya, ia melantunkan surah Maryam hingga dilanjutkan dengan surah Taahaa. Akhirnya berhenti dan bangun menceritakan mimpinya kepada Fahri. Ia berkisah tentang pertemuannya dengan bunda Maria dan ia tidak bisa masuk surga karena tidak membawa kuncinya yaitu Islam. Akhirnya ia meminta Fahri untuk membantunya berwudhu. Setelah itu, ia meninggal dengan penuh kedamaian. Innalillahi wainna ilahii rojiuun!

            Ia meninggal dengan bibir mengukir senyum. Wajahnya seakan dilumuri cahaya. Seakan saja ayat yang tadi dibacakannya masih terngiang di telingah Fahri dan juga Aisha yang setia di sisi Fahri. Tamat.

KEPENGARANGAN

Habiburrahman El Shirazy lahir di Semarang, 30 September 1976. Ia merupakan lulusan Fakultas Ushuluddin Jurusan Hadis Universitas Al Azhar, Mesir. Ia biasa disapa dengan sebutan Kang Abik yang juga merupakan penggiat di Forum Lingkar Pena. Gaya penulisannya begitu kental dengan aspek islami dan cinta. Banyak karyanya telah terbit seperti Ketika Cinta Betasbih, di Atas Sajadah Cinta, Pudarnya Pesona Cleopatra, Bumi Cinta, dan berbagai karyanya yang lain yang hampir semuanya best seller, “meledak” di pasaran,

KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN

Keunggulan dari novel ini yaitu tema dan amanat yang ingin disampaikan begitu kuat diselipkan si penulis. Ajaran tentang kebaikan bertumpuk-tumpuk dalam novel ini. Ibaratnya ia adalah sastra nan indah dipadu dengan keelokan sucinya ajaran Islam. Alur yang digunakan jelas sehingga tidak membingungkan pembaca. Tokoh dan penokohannya pun demikian sehingga membuat pembaca mengerti dan memahami sifat-sifat masing tokoh yang digambarkan oleh penulis, mulai dari budi luhurnya Fahri hingga jahat dan kotornya si Bahadur.

Namun, tak ada gading yang tak retak. Terdapat juga beberapa kekekurangan dalam novel ini. Seperti kesalahan penggunaan tanda baca dan sebagainya. Selain itu, ada juga yang perlu dibenahi dalam cerita novel itu sendiri. Sperti pada bagian pernikahan Fahri dengan Maria. Ada baiknya penulis menyelipkan dalil tentang bolehnya seorang lelaki muslim menikahi Ahli Kitab seperti wanita Nasrani ataupun Yahudi, sehingga lebih jelas dalam penyampaian dakwahnya dan menghilangkan keragu-raguan pembaca tentang bolehnya menikah dengan perempuan Ahli Kitab. Adakalanya pula penulis memasukkan pemikiran-pemikiran yang masih dipertentangkan dalam agama tentang bolehnya hal tersebut seperti dukungan si penulis terhadap kaum sufi dan sebagainya. Selain itu, dalam novel ini juga tidak terdapat daftar isi yang begitu berguna bagi pembaca. Dan berbagai kekurangan lainnya yang sebenarnya tertutupi dengan keindahan dan kuatnya pesan novel tersebut.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hal di atas, ada baiknya novel Ayat-Ayat Cinta ini menjadi koleksi bagi para penikmat sastra islami Indonesia. Sastra yang begitu tinggi di balut pesan-pesan dakwah bercampur menjadi satu dan indah di dalam novel ini. sayang bila buku ini tidak sempat untuk dinimati.

***

2 thoughts on “Contoh Resensi Novel Islami: Resensi Ayat-Ayat Cinta

Leave a comment